TINDAK kecurangan (fraud) menurut Donald R. Cressey, pakar studi kejahatan terorganisasi, kriminologi, dan white-collar crime, muncul karena tiga hal, antara lain tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Ia menyebutnya sebagai teori The Fraud Triangle.
Teori Cressey pada 1950 itu lalu disempurnakan oleh David T. Wolfe & Dana R. Hermanson (2004) dalam bukunya The Fraud Diamond: Considering The Four Elements of Fraud.
Dalam bukunya, mereka menyampaikan teori tentang penyebab terjadinya tindak kecurangan yang disebut The Fraud Diamond Theory. Dalam teori baru ini, mereka menambahkan satu faktor baru yaitu kapabilitas (capability) yaitu kemampuan suatu jabatan, wewenang, otoritas, kedudukan, atau pengetahuan atas suatu sistem yang ada, yang dapat menjadi faktor pendorong seseorang melakukan tindak kecurangan.
Selain kedua teori yang disebutkan di atas, masih ada teori lainnya yang juga menjelaskan mengapa bisa terjadi tindak kecurangan, termasuk di dalamnya korupsi. Yuk, cek di bawah ini:
Pertama, The Crowe Fraud Pentagon
Crowe Howarth pada 2011 mencetuskan teori baru yang mencoba menyempurnakan teori Cressey dan Wolfe & Hermanson melalui teori The Crowe Fraud Pentagon.
Horwarth menambahkan faktor pemicu tindak kecurangan dua hal yaitu kompetensi (competence) dan arogansi (arrogance).
Sementara itu, arogansi merupakan sikap superioritas atas hak yang dimiliki oleh seseorang dan merasa bahwa internal kontrol atau kebijakan di suatu instansi tidak berlaku untuk dirinya.
Teori fraud juga disampaikan oleh seorang akademisi Amerika Serikat yang berfokus melakukan penelitian mengenai korupsi dan akuntansi forensik, yaitu Jack Bologne (1995). Ia menyuguhkan GONE theory yang dituliskan dalam bukunya yang berjudul Handbook of Corporate Fraud.
GONE merupakan paduan dari empat kata: greedy (rakus, tidak pernah puas), opportunity (kesempatan/peluang karena celah aturan), need (kebutuhan atau tekanan seseorang untuk akhirnya korupsi), dan exposure (pengungkapan atas kasus korupsi yang tidak memberikan efek jera bagi pelakunya).
Kedua, The Fraud Theory C = M + D – A
Robert Klitgaard (1998), profesor dari International Development and Security RAND Graduate School, Santa Monica, AS mengungkapkan kecurangan berpotensi terjadi karena terdapat faktor kekuasaan dan monopoli yang mana tidak dibarengi dengan akuntabilitas.
Berdasarkan konsep yang dijelaskan oleh Klitgaard tersebut, persamaan korupsi dirumuskan sebagai berikut: C = M + D – A. Penjelasannya yaitu C = corruption, M = monopoly, D = discretion of officials, dan A = accountability.
Dari rumusan tersebut dapat diartikan semakin banyak peluang monopoli yang ada di suatu negara, maka semakin besar kasus korupsi di dalamnya. Semakin besar wewenang melakukan diskresi yang diberikan pada pejabat pemerintahan, semakin besar kemungkinan dan peluang korupsinya.
Namun demikian, semakin tinggi akuntabilitas untuk tindakan yang dilakukan, semakin kecil probabilitas berbuat korupsi. Maka dari itu, rumus dari Klitgaard ini seolah menjadi konklusi atas teori-teori fraud yang sebelumnya sudah dicetuskan oleh para ahli. Alasannya, karena teori ini mampu dalam menekan, menurunkan, bahkan menghentikan korupsi yang terjadi di lingkungan sekitar.