PENGUSAHA banting setir menjadi politisi, sesuatu yang lazim terjadi di negara mana pun.
Di Indonesia, sebut saja Jusuf Kalla, Suryo Paloh, Sandiaga Uno, Hary Tanoesoedibjo, atau Airlangga Hartarto adalah para businessman yang memiliki karier mulus di jalur politik.
Fenomena itu sudah lama berlangsung. Karena dunia politik memang menggiurkan bagi semua jenis profesi, termasuk pengusaha.
Keberadaan para pengusaha di dunia politik adalah “simbiosis mutualisme”, baik bagi pengusaha itu sendiri maupun partai politik. Karakter negosiasi pengusaha sangat dibutuhkan oleh parpol.
Namun, ICW juga melihat selama ini kedudukan para pengusaha di politik justru seringkali disalahgunakan untuk ekspansi kepentingan bisnis.
Menurut Israr, kinerja politisi pengusaha di ranah publik bergantung pada sejumlah variabel, terutama integritas personal dan ekosistem politik. Jika integritas rendah, ia bisa terjerumus ke perilaku korup.
Sejumlah kasus korupsi yang terungkap di Indonesia, tak sedikit pula yang berkaitan dengan bisnis politisi.
Sejumlah penelitian secara empiris dan komparatif menunjukkan, pengusaha di negara berkembang masuk ke lingkaran elite kekuasaan karena mereka ingin menikmati rente dari penguasa dengan memberikan imbalan finansial serta dukungan politik. Penelitian empiris dilakukan di India, Pakistan, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan (Mushtag Khan: 1999), dikutip Muhammad Ali Azhar dalam
Relasi Pengusaha-Penguasa Dalam Demokrasi: Fenomena Rent Seeker Pengusaha jadi Penguasa.Sementara itu, Guru Besar ilmu Ekonomi Universitas Kyoto Jepang Yoshihara Kunio (1990) menyebut kapitalis yang berkembang di Asia Tenggara ini sebagai kapitalis semu (ersatz capitalist), yaitu pengusaha yang tumbuh karena bergandeng mesra dengan rezim. Pengusaha semu ini membangun bisnis dengan memperoleh kemudahan (privilese) dan proteksi politik.
Gambaran seperti itulah yang selama ini dikhawatirkan publik. Pengusaha yang berkarier politik justru hanya ingin mengamankan kepentingan pribadinya.
Di situlah, masalah yang sebenarnya muncul dan harus diawasi oleh publik: benturan atau konflik kepentingan (conflict of interest).
Konflik kepentingan
- Mempengaruhi kepentingan publik atau kantor untuk kepentingan keuangan pribadi.
- Mempengaruhi pengambilan keputusan yang bertujuan untuk meluluskan kepentingan pribadinya.
Merujuk dua hal tersebut, definisi konflik kepentingan bervariasi. Secara umum, konflik kepentingan mengacu pada keadaan kepentingan pribadi (private interests) berbenturan dengan tugas dan tanggung jawab resmi (formal duties/responsibilities).
Jika diterapkan di lingkup pemerintahan, konflik kepentingan terjadi ketika penyelenggara negara yang memiliki kewenangan, lalu memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi sehingga mempengaruhi kualitas kerjanya.
Tipe konflik kepentingan
Terdapat tiga tipe utama konflik kepentingan, yaitu:
- Actual conflict of interest, yaitu konflik kepentingan yang ada di antara tugas atau tanggung jawab resmi dan kepentingan pribadi (where a conflict exists between your official duties or responsibilities and your private interests).
- Perceived conflict of interest, yaitu konflik kepentingan yang dipandang bercampur dengan tugas atau tanggung jawab resmi yang nyatanya menjadi suatu kasus atau bukan (where it could be seen by others that your private interests could improperly interfere with or influence you in the performance of your official duties or responsibilities, whether or not this is in fact the case).
- Potential conflict of interest, yaitu kepentingan pribadi bercampur dengan tugas/tanggung jawab resmi di masa mendatang (where your private interests could interfere with or influence your official duties or responsibilities in the future).
Adapun terdapat empat dimensi hubungan yang dapat memunculkan potensi konflik kepentingan, yaitu:
• Personal. Konflik kepentingan yang mempertimbangkan nilai-nilai personal, seperti karakter, kepribadian, emosional, dan spiritual. Nilai-nilai ini akan sangat memengaruhi keputusan yang diambil oleh seseorang.
• Relasional. Konflik terjadi karena faktor relasi, seperti kerabat, kesamaan suku, lembaga, dan sebagainya. Kondisi ini sering terungkap dalam beberapa kasus korupsi pengadaan barang dan jasa.
• Struktural. Struktur organisasi akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan, pola kelembagaan, serta pelibatan seluruh anggota organisasi dalam menjalankan kegiatan operasinya. Umumnya konflik kepentingan diatur dalam kebijakan kode etik dan perilaku bisnis.
• Kultural. Nilai-nilai kultur dalam lingkungan bisa mempengaruhi operasional perusahaan. Konflik kepentingan sebaiknya dihindari dengan mempertimbangkan nilai budaya sebagai bentuk keharmonisan dari berbagai perbedaan.
Keempat dimensi tersebut bisa sebagai bahan analisis dalam menyusun rencana pengelolaan konflik kepentingan.
Tahap 1: Penyusunan Kerangka Kebijakan
Penyusunan kerangka kebijakan penanganan konflik kepentingan yang melibatkan berbagai pihak. Dalam kondisi pengusaha yang terjun ke dunia politik, pemahaman mengenai konflik kepentingan harus melibatkan pengusaha tersebut, pimpinan, serta stakeholder untuk memastikan tidak adanya konflik kepentingan yang terjadi setelah pengusaha mendapat posisi dalam dunia politik.
Tahap 2: Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan sering terjadi ketika ada proyek yang melibatkan perusahaan milik pribadinya atau kerabatnya. Mengidentifikasi hal ini sejak awal dapat mencegah terjadinya konflik kepentingan.
Tahap 3: Penyusunan Strategi Penanganan Konflik Kepentingan
Penyusunan kode etik dapat menjadi strategi penting dalam menangani konflik kepentingan. Selain itu, pengusaha yang menjadi penyelenggara negara juga dapat membuat pelaporan atau pernyataan awal tentang adanya kemungkinan kepentingan pribadi yang bertentangan dengan jabatannya. Adanya pelatihan serta konseling mengenai langkah-langkah mengatasi situasi konflik kepentingan juga menjadi strategi penting menangani masalah konflik kepentingan.
Tahap 4: Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan
Mempersiapkan serangkaian tindakan sebagai langkah lanjutan setelah pengusaha yang menjadi penyelenggara negara melaporkan berada dalam situasi konflik kepentingan. Ada beberapa tindakan yang bisa diambil dalam kondisi ini, seperti melakukan pengawasan intensif pada pengusaha tersebut, mutasi jabatan agar terbebas dari konflik kepentingan, atau menarik diri dari proses pengambilan keputusan.
Itulah hal-hal yang perlu diwaspadai oleh politisi berlatar pengusaha. Ketika Anda menduduki sebuah jabatan yang memiliki kewenangan publik, harus tetap berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, bukan kesejahteraan diri sendiri.
Selalu ingat untuk menerapkan
9 nilai integritas saat menjabat demi menghindari konflik kepentingan—satu dari tujuh jenis korupsi yang sering terjadi adalah konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa.[*]