SEBAGIAN dari perilaku sehari-hari kita terkadang belum mencerminkan nilai-nilai integritas, seperti membuang sampah sembarangan, menerabas lampu lalu lintas, berbohong, dan lain-lain.
Praktik nirintegritas itu terjadi lantaran tidak ada yang berani berkata dan berbuat benar; masih melazimkan praktik keliru, yaitu “membenarkan yang biasa, tidak membiasakan yang benar.”
Kebiasaan-kebiasaan seseorang terbentuk karena pengaruh lingkungan, bisa melalui pertemanan, tempat kerja, bahkan keluarga sendiri. Bahkan, perilaku nirintegritas atau koruptif tak sedikit juga karena pengaruh lingkungan.
Ananza Prili, self-development content creator, mengatakan, indikasi perilaku koruptif bisa bersumber dari apa yang ditoleransi oleh lingkungan terdekat.
“Misalnya kita punya circle pertemanan yang pola pikirnya enggak sama dengan prinsip yang kita pegang. Tanpa disadari kita juga ikut pengaruh pola pikir mereka. Ini yang dinamakan false belief,” ujarnya Ananza dalam serial webinar INSIGHT episode ke-14 di Jakarta, Jumat (25 Agustus 2023).
Serial webinar yang dibuat oleh Direktorat Sosialisasi dan Kampanye KPK itu mengangkat tema self-development dengan judul “1O1 Daily Habits: Vitamin For Our Soul.”
Selain Ananza, hadir sebagai narasumber yaitu Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati Iskak.
Menurut Ananza, banyaknya kebutuhan yang ingin dicapai juga bisa menjadi alasan yang mendorong seseorang untuk bertindak sesuatu. Hal ini sesuai dengan teori Abraham Maslow, psikologi Amerika Serikat, yang menyebutkan, keinginan memenuhi kebutuhan fisik dan afektif menjadikan manusia memiliki ambisi dan target dalam hidup.
Namun, bagaikan pisau bermata dua, ambisi untuk mencapai kebutuhan terkadang membuat manusia melupakan nilai integritas.
Sementara itu Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati mengatakan, kemajuan teknologi dan informasi di era sekarang juga berimplikasi pada sikap instan individu.
“Contoh kasus: pinjol. Sempat ramai di media sosial yang membahas tentang persyaratan masuk kerja, salah satunya ada BI checking. Ternyata banyak [pelamar kerja] yang enggak lolos karena tercatat riwayat transaksi keuangannya: mana yang pernah [bertransaksi] pinjol dan disiplin membayar, mana yang enggak [bayar],” katanya.
“Mungkin waktu awal melakukan pinjaman ini enggak dipikir terlebih dulu ya, padahal itu bagian dari integritas,” tutur Yeye, sapaan akrabnya.
Menurut dia, kebiasaan berutang melalui layanan pinjol dan sikap fear of missing out (FOMO) memiliki daya pengaruh dalam membentuk gaya hidup konsumtif.
“Apabila kita secara terus menerus membiasakan sikap ini, tidak menutup kemungkinan bahwa kita dapat terjerumus melakukan kecurangan, dengan kata lain, melakukan korupsi pada diri sendiri yang juga dapat merugikan orang lain,” Yeye menjelaskan.
Maka dari itu, penting untuk membentengi diri dengan pengetahuan dan kesadaran berintegritas menjadi aspek penting untuk terhindar dari pengaruh lingkungan yang buruk.
Melalui INSIGHT episode kali ini, KPK ingin mengajak #KawanAKSI untuk bangun kebiasaan kecil yang positif agar terhindar dari kebiasaan koruptif sejak dini.
Yuk, mulai introspeksi diri bersama-sama dan membiasakan diri untuk biasakan yang benar, jangan benarkan yang biasa karena melawan korupsi #BerawalDariKita.